Pesona Indonesia Timur

Info Liburan, Pariwisata, Tempat Wisata, Pulau Indah dan Tiket Hotel Murah

Self-Reward atau Kabur? Fenomena di Era Overthinking

“Healing dulu biar waras.”
“Lagi burnout, harus self-reward.”
“Capek, pengen ke Ubud.”

Kalimat-kalimat kayak gini udah jadi semacam daily mantra anak muda zaman sekarang. Seolah-olah healing udah kayak kebutuhan dasar, kayak makan, minum, atau update IG story. Tapi, sebenarnya kenapa sih generasi kita merasa butuh banget healing?

Apakah itu bentuk self-reward yang sehat? Atau justru cuma pelarian dari tekanan hidup yang terus menumpuk?

1. Overthinking Jadi Gaya Hidup?

Zaman sekarang, kita hidup di dunia yang serba cepat. Notifikasi gak berhenti bunyi, deadline datang silih berganti, dan ekspektasi makin tinggi. Dari pagi sampai malam, kepala rasanya gak pernah benar-benar diam.

Overthinking pun jadi default. Kita mikirin masa depan, mikirin omongan orang, mikirin keputusan-keputusan kecil sampai yang besar. Semua dipikirin, tapi gak semuanya selesai. Akhirnya, muncul rasa penat yang gak bisa dijelaskan. Dan di sinilah muncul kalimat sakti: “Gue butuh healing.”

2. Antara Self-Reward dan Self-Sabotage

Self-reward itu sehat. Kasih hadiah ke diri sendiri setelah usaha keras itu bentuk penghargaan. Tapi masalahnya, kadang kita pakai embel-embel “healing” buat nge-justify pengeluaran atau keputusan yang gak rasional.

Misal: lagi stress dikit, langsung checkout hotel bintang lima. Baru kerja dua hari, langsung merasa butuh liburan. Lagi overthinking, langsung belanja impulsif.

Apakah itu benar-benar self-reward? Atau kita cuma cari distraksi supaya gak harus berurusan sama perasaan gak nyaman?

3. Medsos dan Ilusi “Healing Aesthetic”

Scroll Instagram atau TikTok, kamu pasti sering lihat konten orang yang healing: ngopi di tepi danau, yoga di pegunungan, journaling pakai lilin aromaterapi. Semua terlihat tenang, estetik, dan damai.

Tapi kenyataannya, banyak dari kita gak punya waktu, uang, atau energi buat healing versi medsos itu. Akhirnya, kita merasa kurang, iri, dan makin stress. Ironis, ya? Harusnya healing bikin kita lebih baik, tapi yang ada malah jadi tekanan baru.

Padahal, healing gak harus mahal atau Instagramable. Tidur cukup, makan sehat, ngobrol sama orang terdekat, atau sekadar jalan kaki sore juga bisa jadi bentuk healing yang valid.

4. Ketika Healing Jadi Excuse Untuk Kabur

Salah satu masalah utama dari tren healing sekarang adalah: banyak yang menjadikannya alasan buat lari dari tanggung jawab. Daripada menghadapi konflik, kita bilang, “aku butuh space.” Daripada menyelesaikan masalah, kita bilang, “aku lagi healing.”

Padahal, healing bukan berarti menghindar. Healing yang sehat itu membantu kita menghadapi kenyataan dengan lebih tenang dan bijak. Bukan menunda-nunda atau kabur terus-terusan.

Baca Juga: Wisata Itu Pilihan, Menjaga Alam Itu Tanggung Jawab Kita

5. Bedakan Healing Sehat dan Pelarian

Coba refleksiin ini:

  • Healing sehat bikin kamu lebih sadar, bukan lebih bingung.
  • Healing sehat bikin kamu lebih siap menghadapi kenyataan, bukan makin menjauh dari realita.
  • Healing sehat membuat kamu lebih mengenal diri sendiri, bukan justru makin kehilangan arah.
  • Healing sehat bisa sederhana, gak selalu harus estetik atau mahal.

Kalau healing kamu malah bikin kamu makin stres pas balik ke rutinitas, bisa jadi itu bukan healing, tapi escapism.

6. Gimana Cara Healing yang Realistis?

Kamu gak harus ke Bali atau staycation mewah buat bisa healing. Healing bisa kamu mulai dari hal-hal kecil tapi konsisten, kayak:

  • Menulis jurnal harian buat meluapkan pikiran.
  • Menentukan waktu untuk detoks digital dan off dari media sosial.
  • Jalan pagi atau sore sambil dengerin musik yang calming.
  • Ngobrol jujur sama temen atau mentor yang kamu percaya.
  • Memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang pernah dibuat.

Yang penting bukan tempatnya, tapi niat dan kesadaran kamu.

7. Penutup: Jangan Cuma “Butuh Healing”, Tapi Tahu Kenapa

Healing bukan tren. Healing adalah proses yang butuh kesadaran. Butuh keberanian buat melihat ke dalam diri sendiri, mengakui luka, dan perlahan menyembuhkannya. Dan itu gak selalu indah, gak selalu estetik, dan gak selalu cepat.

Jadi, saat kamu merasa “butuh healing”, tanya dulu ke diri sendiri:
“Aku lagi capek secara fisik? Emosional? Atau cuma gak mau menghadapi sesuatu?”
Karena dari jawaban itulah kamu bisa tahu:
Kamu benar-benar butuh healing, atau cuma pengen kabur?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *